tag:blogger.com,1999:blog-75306364737030541052023-11-16T08:01:40.087-08:00PERJALANANSungguh kisah lalu itu mungkin adalah ketidak adilan kesekian yang aku lakukan. Sesal dan lega kini bercampur. Aku
coba lepaskan sesal sambil terus memperbaiki diri. Ku coba lepaskan lega ku dengan terusmelihat ke dalam dan tak
melepas hari tanpa tanya.ADDIE3Nhttp://www.blogger.com/profile/09666313281402317323noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-7530636473703054105.post-37995709516171104472009-02-02T20:19:00.000-08:002009-02-02T21:47:04.054-08:00KULIAH DAN KERJA?Kuliah dan kerja? siapa yang sanggup dan mau membagi waktu belajarnya untuk ini? sepertinya sulit, bagaikan menelan air garam namun tak hilangkan dahaga sedikitpun. Kuliah adalah tujuan utamaku datang ke jogja, tapi waktu yang kian berlalu seiring dengan kondisi ekonomi yang semakin menjerat leher sehingga siapa yang mampu bertahan dengan perubahan itu maka akan mampu untuk bertahan hidup, oleh karena itu kondisi di kampung halamanku tempat aku tinggal, sekarang tinggal bapak ibu beserta adik-adikku yang menunggu kepulanganku berharap aku mampu merubah kondisi sulit yang terjadi di rumahku. sampai detik ini aku belum mampu mewujudkan itu, sebenarnya sembilu mengiris dalam hati namun kuberusaha tuk menahannya.aku bingun orang tuaku sudah tidak sanggup lagi membiayai aku kuliah, aku harus kuliah....namun berat dan sulit untuk kudapatkan biaya itu, aku harus kerja....tapi disini sampai basah kemeja putih dengan keringat, celana hitm jadi lusuh karena debu jalanan, yang aku dapatkan hanya maaf tak ada lowongan.<br />matahari yang mengiringi langkahku membuat tenggorokanku kering, ingin meneguk segelas air es yang dijual namun lebih baik aku tahan saja. semua itu hilang karena niat keras ku untuk mencari biaya kuliah haus dan lapar sudah menjadi teman setiaku mencari kerjaADDIE3Nhttp://www.blogger.com/profile/09666313281402317323noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7530636473703054105.post-76325039530945134502009-02-02T18:26:00.000-08:002009-02-02T18:33:51.850-08:00<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkuMIScGi-gQJtIV_pilt1GlE9Htn2RS3KtD1arA8xpfrriKoMqixH5ESRDPkgJpdGFxRq_hxHCNu0riOCUYpmkiAXWXtPSXA6cO3_VXTiBUES2UBC4PxDc5VYolMugN31pUK9vmFQnlI/s1600-h/nggaya.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5298392075985108434" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 400px; CURSOR: hand; HEIGHT: 300px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkuMIScGi-gQJtIV_pilt1GlE9Htn2RS3KtD1arA8xpfrriKoMqixH5ESRDPkgJpdGFxRq_hxHCNu0riOCUYpmkiAXWXtPSXA6cO3_VXTiBUES2UBC4PxDc5VYolMugN31pUK9vmFQnlI/s400/nggaya.jpg" border="0" /></a><br /><div></div>ADDIE3Nhttp://www.blogger.com/profile/09666313281402317323noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7530636473703054105.post-17302672985488704652009-01-30T22:58:00.000-08:002009-01-30T22:59:39.737-08:00<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMvwjpEMO2ceVw4iMDubqUdisr2bsx6AnpZGim4hyphenhyphen4ft1rbQqxsEuV6eA-5myqOFFyDwdKOZBbU9gV5u-CLPbPir_HMJde-ElI9XTqaGbUw4bYB21JfpyIdt-GNmYLoLwNM85SoL3UANA/s1600-h/crow3+copy.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5297348917123052210" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 336px; CURSOR: hand; HEIGHT: 361px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMvwjpEMO2ceVw4iMDubqUdisr2bsx6AnpZGim4hyphenhyphen4ft1rbQqxsEuV6eA-5myqOFFyDwdKOZBbU9gV5u-CLPbPir_HMJde-ElI9XTqaGbUw4bYB21JfpyIdt-GNmYLoLwNM85SoL3UANA/s400/crow3+copy.jpg" border="0" /></a><br /><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiv-ZUZ3RXQCEI0G8WTeHo69cPl7CQVMTgTEEbMy5c5fu8SBolszpyZd1Wm5MFhmSXZE09db9xmzRPFMZ5qfRyJ5bHuY57xPpjp5ZNz3k9BgntKK27rPXDiSTIzvXy8__67jRSrC65iGq0/s1600-h/foto.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5297348910411885906" style="DISPLAY: block; MARGIN: 0px auto 10px; WIDTH: 319px; CURSOR: hand; HEIGHT: 400px; TEXT-ALIGN: center" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiv-ZUZ3RXQCEI0G8WTeHo69cPl7CQVMTgTEEbMy5c5fu8SBolszpyZd1Wm5MFhmSXZE09db9xmzRPFMZ5qfRyJ5bHuY57xPpjp5ZNz3k9BgntKK27rPXDiSTIzvXy8__67jRSrC65iGq0/s400/foto.jpg" border="0" /></a><br /><br /><div></div></div>ADDIE3Nhttp://www.blogger.com/profile/09666313281402317323noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7530636473703054105.post-56723568145818846362009-01-30T22:50:00.000-08:002009-01-30T22:57:29.962-08:00<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrxvIv9vMVd3k4E6mlVji6FsZ-UWU3-R_Nu8KURauIDhpW3PLzh0hGQyPdqvNuR-XWb97yJhonNVrArmtfyFfSn1uCi9-_DIW75RSwuSLE9FXAi4c7ii13Ps_joESixDejbV5LyjYn2dg/s1600-h/Sunset.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5297348377105819970" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 400px; CURSOR: hand; HEIGHT: 300px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrxvIv9vMVd3k4E6mlVji6FsZ-UWU3-R_Nu8KURauIDhpW3PLzh0hGQyPdqvNuR-XWb97yJhonNVrArmtfyFfSn1uCi9-_DIW75RSwuSLE9FXAi4c7ii13Ps_joESixDejbV5LyjYn2dg/s400/Sunset.jpg" border="0" /></a><br /><div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8HX42mRvZTYlPrZOz9m_FYnzC_VjfiTUZvl8HY0ABDGUjRrBqJusCL5QjdCXFfzLtl4-l4xzMOG-29i7DYduzJpHP7HkIG1-HTJ9bDqZr72seQ1cNSic1p8BPpMJDQx5wK9XwfG6zEz0/s1600-h/images.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5297348373947324242" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 150px; CURSOR: hand; HEIGHT: 113px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8HX42mRvZTYlPrZOz9m_FYnzC_VjfiTUZvl8HY0ABDGUjRrBqJusCL5QjdCXFfzLtl4-l4xzMOG-29i7DYduzJpHP7HkIG1-HTJ9bDqZr72seQ1cNSic1p8BPpMJDQx5wK9XwfG6zEz0/s400/images.jpg" border="0" /></a><br /><br /><div></div></div>ADDIE3Nhttp://www.blogger.com/profile/09666313281402317323noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7530636473703054105.post-12849856828855450302009-01-30T20:55:00.000-08:002009-01-30T20:58:02.175-08:00PERJALANAN<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAXHLHI7-LG7LiU6SLjIWQ5BsCa1HHDPVrrWC9bwWL6RnwzT6fdZXyVPD5yG9LsBVtmUUH1tgInZB_0ovjF1tJB_7eecfGyN1mZP5TgrPhQoRmT5Q4zZHnsfMBcAAb2jeIr6nTgw5CW0g/s1600-h/HPNX0928+copy.jpg"><img id="BLOGGER_PHOTO_ID_5297317609363631794" style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 400px; CURSOR: hand; HEIGHT: 300px" alt="" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAXHLHI7-LG7LiU6SLjIWQ5BsCa1HHDPVrrWC9bwWL6RnwzT6fdZXyVPD5yG9LsBVtmUUH1tgInZB_0ovjF1tJB_7eecfGyN1mZP5TgrPhQoRmT5Q4zZHnsfMBcAAb2jeIr6nTgw5CW0g/s400/HPNX0928+copy.jpg" border="0" /></a><br /><div align="left">Niat Baik : Dilema Karakter ?<br /><br />Sabtu,31 januari 2009<br />Sungguh kisah lalu itu mungkin adalah ketidak adilan kesekian yang aku lakukan. Sesal dan lega kini bercampur. Aku<br />coba lepaskan sesal sambil terus memperbaiki diri. Ku coba lepaskan lega ku dengan terusmelihat ke dalam dan tak<br />melepas hari tanpa tanya.<br />Siapa tak ingin membahagiakan orang lain ? Saya yakin semua kita<br />rindu untuk berbuat demikian, apa lagi terhadap sanak keluarga<br />sendiri. Tentu senang melihat orang lain bisa tertawa bahagia.<br />Sungguh, Anda tentu masih ingat kejadian sedemikian. Kadang rasa<br />senang itu demikian intens nya, bahkan terhadap kejadian yang jauh<br />dari kita sekalipun. Anda tentu bisa mengurai kembali getaran rasa<br />yang muncul kala menyaksikan acara di banyak stasiun televisi, yang<br />mengangkat kisah bahagia orang lain. Ekspresi bahagia yang ternyata<br />mengharukan kita yang berjarak dari tempat kejadian sebenarnya.<br />Bahkan air mata bisa meluncur deras tak kita sadari.<br />Perasaan, kenangan, suara-suara nyata tentu makin kentara dan<br />berwarna kala yang hendak kita buat bahagia itu adalah keluarga<br />sendiri.<br />Namun pada saat yang sama awas kah kita akan semua tindakan dan<br />perilaku kita, yang lahir atas nama membahagiakan orang lain ?<br />Jujurkah kita, bahwa yang kita lakukan semata untuk membahagiakan<br />orang lain ?<br />Aku pernah masuk dalam kubangan dilema (karakter) sedemikian !<br />Ini tentang betapa ringkihnya sebuah niat. Ini tentang betapa<br />sedemikian ngotot nya aku mendorong dan membiayai kuliah salah satu<br />adik ku; adik lelaki di antara kami yang tiga bersaudara.<br />Sementara aku sendiri adalah sulung yang kebetulan pernah mencicipi<br />bangku lembaga pendidikan di jogja; walau kemudian aku memutuskan untuk<br />kuliah sambil bekerja.<br />Kuliah adalah barang mahal bagi keluarga besar kami, bahkan nyaris<br />tak ada dalam kamus dan impian kami. Aku sendiri bahkan termasuk<br />orang pertama dalam keluarga besar kami yang bisa mencicipi udara<br />kampus Jogja.<br />Demikian banyak 'keajaiban' terjadi, yang kemudian mengantarkan ku<br />untuk bisa kuliah. Rentetan kejadian bagai mimpi yang bercampur<br />dengan jelas nya suara ayahku, yang pada suatu sore berujar bahwa<br />aku tidak bisa kuliah. Sebuah pernyataan yang wajar dari seorang<br />ayah dengan tiga anak, yang hanya menggunakan hasil sawah untuk membiayai pendidikan anak-anaknya..<br />Kerasnya usaha untuk bertahan di kampus Biru bercampur dengan<br />banyak interaksi warna-warni dengan sesama mahasiswa. Makin kaya<br />penghayatan ku kala sering berhenti dan terkesima sebagai penonton<br />pertunjukan kesenjangan ekonomi di sana-sini, bahkan di antara kami<br />yang teriak keras atas kesenjangan itu !<br />Warna-warni demikian menjadi sintesa yang membentuk diri ku. Aku<br />yang demikian dendam pada kemiskinan, kala itu. Jangan-jangan<br />amarah demikian lah yang membuatku hidup dan mungkin memaksa diri<br />mendorong adik-adik ku untuk kuliah.<br />Usai bertahun menikmati udara panas di sekitar kampus, singkat cerita mulailah aku menjalani hidup<br />sebagai pekerja. Dan terus saja dendam dan impian untuk melihat<br />adik-adik ku kuliah makin kuat. Sedemikian kuat hingga kadang aku<br />membutakan diri pada realita kala itu. Realita di kepala ku adalah<br />adik-adik ku yang kuliah.<br /><br />Sedemikian kuatnya, angan dan realita itu, hingga semuanya berujung<br />pada sebuah asosiasi akan kebahagian diri. Pada waktu itu bahagia ku<br />adalah realita tentang adik-adik ku yang kuliah. Seakan ada suara<br />pemberi dosa yang berteriak keras jika aku tak bisa menyekolahkan<br />adik ku. Dalam benak ku , bahagia seakan menjauh jika aku gagal<br />membuat adik-adik ku mencicipi bangku kuliah.<br />Gusar pun menguat ketika dua adik ku yang lain --- si bungsu dan<br />kakak nya – sudah 'berhasil' kuliah. Ada kebanggaan pada mereka.<br />Namun ini tak cukup membuat ku bahagia. Aku punya tiga dua dan<br />mereka semua harus kuliah. Tak ada kebahagiaan kalau mereka tak<br />seperti yang aku harapkan. Adik ku, lelaki yang satu ini belum<br />kuliah. Setamat SMA ia bekerja sebagai kuli bangunan singkatnya kerja serabutan.<br />Sungguh ini pernah sedemikian membebani aku. Aku yang bermimpi<br />melihat adik ku kuliah jutru mendapat dia sebagai kuli<br />Nalar rasional ku sama sekali tidak masalah dengan pekerjaan nya,<br />walau kadang ada rasa iba. Kala itu aku memang takluk pada realita<br />emosional ku. Aku berupaya keras mencari cara agar adik ku ini<br />kuliah.<br />Di tengah komunikasi ku yang memang tidak mulus sejak aku di tingkat<br />SMA, aku mencari akal untuk membuka bicara dengan satu target ia<br />setuju untuk kuliah.<br />Akhirnya datang juga saat yang membahagiakan ku. Adik ku setuju<br />ambil kuliah di sebuah PTS dekat rumah kami. Dekat rumah agar mudah<br />dan tak terlalu lelah ia pulang pergi ke kampus usai dari<br />tempatnya bekerja. Hari ini aku bisa berujar bahwa sungguh tidak<br />adil apa yang aku lakukan, membuat adik ku habis-habisan curahkan<br />energi untuk kerja dan kuliah. Namun senang ku melihatnya kuliah<br />sungguh membutakan nalar.<br />Adik ku pun mulai kuliah. Tak banyak yang aku tahu apa yang terjadi.<br />Yang aku tahu aku senang hingga tak kupikir biaya yang aku keluarkan<br />untuk kuliah nya. Semuanya membutakan. Senang ku pun menutup empati.<br />Ya, aku sungguh tak mempertimbangkan `penderitaan' yang mungkin ada<br />dan dialami adik ku<br />Adik ku terus kuliah. Beberapa bulan kemudian ku lihat tak semua<br />berjalan lancar. Aku risau. Ku ajak ia bicara. Ku tanya apa maunya,<br />dengan nada tertahan.<br />Adik ku diam, namun suara lain hinggap di telinga ku : adik ku tak<br />mau kuliah. Kuliah mungkin bukan jalan sejarahnya, paling tidak<br />hingga hari ini. Tak mungkin menjadi jalan sejarahnya, karena<br />mungkin konsep kuliah tidak pernah berwarna dalam benaknya. Tak<br />akan bisa jadi realita kalau itu tak ada dalam konsep hidup kita.<br />Tak mungkin ia bisa menikmati kuliah, karena kuliah bukan impiannya.<br />Aku --- kala itu terdiam --- sejumlah rasa bercampur, sama beratnya<br />menerima kenyataan adik ku bekerja sebagai kuli bangunan. Risau itu lama<br />bersemayam dalam diri ku. Sejumlah mekanisme pertahanan diri yang<br />membenarkan pilihan tindakan ku bertarung keras dengan suara-suara<br />akan kebahagiaan orang lain. Risau itu lama ku pendam, bahkan<br />mungkin pernah tentram dalam ketidak sadaranku.<br />Aku sendiri tak ingat lagi kapan tepatnya aku sampai pada kesadaran<br />baru. Kesadaran akan penghormatan akan hak orang lain. Kesadaran<br />akan kebebasan orang lain. Kesadaran akan kebebasan adik ku. Adik ku<br />sendiri.<br />Aku juga tak ingat pasti, kapan bangunan realita baru tegak berdiri<br />dalam kepala ku. Sebuah realita dalam peta mental ku. Sebuah peta<br />mental tentang kebahagiaan. Sebuah kesadaran dan pemaknaan ulang<br />akan esensi kebahagiaan.<br />Sungguh kisah lalu itu mungkin adalah ketidak adilan kesekian yang<br />aku lakukan. Sesal dan lega kini bercampur. Aku coba lepaskan sesal<br />sambil terus memperbaiki diri. Ku coba lepaskan lega ku dengan terus<br />melihat ke dalam dan tak melepas hari tanpa tanya.<br />Bukan kah tidak adil memaksakan kehendak, walau itu katanya atas<br />nama niat baik ? Bukan kah tidak pada tempatnya niat baik kita<br />justru menjadi penjara bagi orang lain ? Bukan kah tidak pas rasanya<br />jika kebahagian kita tergantung pada orang lain ? Bukan kah aku bisa<br />memilih untuk tetap merasa bahagia walau adik ku tidak kuliah ?<br />Bukan kah aku bisa memilih untuk tetap bahagia menyaksikan adik ku<br />bekerja sungguh-sungguh ? Bukan kah harus nya aku bahagia<br />menyaksikan adik ku mengabdi sungguh-sungguh pada pilihannya ?<br />Jangan-jangan apa yang dilakoni adik ku adalah impian terdalamnya ?<br />Jangan-jangan dengan mengabdi sebagai petugas keamanan ia justru<br />mendapatkan kemerdekaan nya ? Bukan kah semestinya aku justru harus<br />bahagia melihat bahagianya adik ku ?<br />Hari ini, aku bersyukur dan terus bersyukur. Bersyukur masih<br />menyaksikan adik ku yang mudah-mudahan tetap bahagia di atas pilihanpilihan<br />hidupnya. Aku bersyukur mendapat kesempatan melihat dengan<br />kaca mata berbeda, bersyukur mampu mencipta realita baru dalam<br />kepala ku. Realita subyektif yang mewarnai banyak interaksi ku<br />dengan adik ku saat ini.<br />Istighfar ku pada Illahi Rabbi, karena jangan-jangan aku telah<br />menganiaya adik ku. jangan-jangan aku telah coba raih bahagia diri<br />di atas derita adik ku.<br />Barangkali banyak detil terlewat. Bisa jadi banyak fakta masih<br />terbenam dalam keangkuhan. Namun paling tidak aku sungguh belajar<br />akan hal sederhana : hati-hati dengan niat subyektif, hati-hati<br />dengan niat untuk membahagiakan </div>ADDIE3Nhttp://www.blogger.com/profile/09666313281402317323noreply@blogger.com1